Selasa, 08 Juni 2010

Gereja Tugu Segera Dikonservasi

SETELAH sekian lama warga Kampung Tugu menanti upaya perbaikan terhadap gereja mereka, akhirnya kabar baik itu datang juga dari Pemprov DKI, dalam hal ini dari Suku Dinas Kebudayaan Jakarta Utara.

Kabar bahwa pekan depan gereja mereka, gereja bersejarah dari abad 18, akan mulai dikonservasi cukup melegakan hati warga Kampung Tugu. Khususnya warga yang biasa menggunakan Gereja Tugu sebagai tempat ibadah selama puluhan tahun. Kampung yang merupakan kawasan cagar budaya yang gagal, seperti yang terjadi pada Kampung Betawi Condet ini, menyisakan warisan berupa bangunan gereja dan satu bangunan rumah keturunan Portugis sebagai penanda sejarah - selain Keroncong Tugu, tentunya.

Sekitar tahun lalu Warta Kota sudah melihat atap bangunan yang masuk dalam daftar cagar budaya ini penuh dengan bercak-bercak bekas bocor dari air hujan. Di samping itu, atap di sisi kiri gedung sudah pula melengkung. Belum lagi tembok bangunan yang terkena rembesan air tanah. Tahun lalu pula, banjir merendam pekuburan para leluhur keturunan Portugis di Kampung Tugu, Semper, Jakarta Utara, ini. Atap gedung ini tampak sudah keropos. Jangan sampai kejadian seperti gelagar Museum Bahari yang roboh di awal tahun lalu terjadi lagi di sini.

Seorang anggota gereja yang menerima rombongan Ekspedisi Marunda IV menyatakan, mulai pekan depan ibadah jemaat akan dipindah ke Gedung Serba Guna Yeruel, sebuah bangunan di sebelah gereja utama. Pemindahan itu terkait makin parahnya kerusakan atap gedung gereja dan akan dimulainya proses pembenahan gedung cagar budaya itu. Belum ada pihak dari Suku Dinas Kebudayaan Jakarta Utara yang bisa memberi konfirmasi perihal ini.

Gereja Tugu menyimpan bangku diakon antik dan mimbar tua. Di samping kanan gereja ada lonceng tua. Adolf Heuken, penulis sejarah Jakarta, mencatat lonceng ini berasal dari tahun 1880.

Tentu saja suka cita warga Kampung Tugu dan jemaat Gereja Tugu adalah suka cita warga Jakarta pada umumnya. Jejak sejarah melalui bangunan berupa masjid, kelenteng, dan gereja menjadi daya tarik warga yang mulai menjadikan wisata sejarah dan wisata budaya sebagai alternatif di hari libur.

Seperti juga yang diperlihatkan peserta Ekspedisi Marunda IV yang digelar Komunitas Historia, sepanjang Minggu (7/6). Daya tarik Gereja Tugu - dibangun atas biaya Justinus Vinck antara tahun 1744 dan 1747 - tak lepas dari kekayaan tradisi Kampung itu sendiri. Bicara soal Gereja Tugu, maka mau tidak mau mereka akan bicara tentang sisa-sisa keturunan Portugis yang masih ada lengkap dengan nama Portugis. Ini saja sudah bikin penasaran banyak peserta wisata hingga beberapa ingin kembali ke kampung ini untuk bisa lebih puas menikmati di kompleks Gereja Tugu , rumah Portugis, dan keroncong bersama keturunan Portugis yang masih tersisa.

Semoga rasa penasaran lain, tentang upaya membenahi bangunan gereja ini, juga segera terjawab. [Sumber : Kompas]