Kamis, 25 Desember 2008

Menengok Gereja "Orang Portugis" di Jakarta

JAKARTA memiliki sejumlah gereja tua yang tentunya sarat dengan nilai historis.Seperti bangunan tua pada umumnya, bentuk bangunan gereja-gerja tua cukup artistik. Selain gereja besar seperti Gereja Emanuel, dan Gereja Kathedral, yang berada di pusat kota, ada dua bangunan gereja kecil namun memiliki nilai sejarah yang tinggi.

Dua gereja itu adalah Gereja Tugu dan Gereja Portugis. Gereja Tugu ada di Kelurahan Semper Barat, Kecamatan Koja Jakarta Utara. Dengan arsitektur khas masa kolonial, gereja itu begitu anggun dengan halamannya yang luas dan banyak ditumbuhi pohon rimbun. Tak ada penatan khusus pada halam gereja itu sehingga, jika kita menengok ke dalam lingkungan gereja ini, kita seolah dilempar ke masa silam.

Gereja Tugu dibangun pada 1744 dan selesai pada 1747 dibangun oleh seorang berkebangsaan Belanda Yustinus Vinck. Gereja di lahan seluas 6 hektare itu kemudian ditasbihkan oleh pendeta Mauritz Mohr yang berkebangsaan Portugis.

Gereja Tugu merupakan gereja ketiga yang pernah dibangun di lokasi yang sama. Gereja pertama didirikan pada tahun 1678, namun dua puluh tahun kemudian hancur karena kayunya banyak yang lapuk. Gereja pengganti pun didirikan, namun pada 1741 gereja itu menjadi korban dalam peristiwa pemberontakan kaum Cina terhadap pemerintah Belanda di Jakarta yang saat itu disebut Batavia.

Di gereja ini, pada 1678 juga untuk pertama kali alkitab berbahasa Melayu diterbitkan di Indonesia. Terjemahan itu dikerjakan pendeta Belanda dr Mecchior Leyde Kleer dan istrinya Antonia van Riebeek.

Namun proyek itu tidak selesai karena keduanya meninggal terserang malaria. Pada 1701, pengerjaan penerjemahan itu diteruskan oleh Petrus van der Vorn.

Gereja Tugu tak terlepas dari keberadaan orang - orang Portugis yang menjadi tawanan karena kekalahannya di sejumlah wilayah koloninya oleh Belanda. Sebelumnya orang-orang portugis itu ditempatkan Belanda di sekitar Gereja Portugis yang kini terletak di Jalan Pangeran Jayakarta dan Jalan Mangga Dua, namun kemudian di pindah ke kawasan Kampung Tugu.

Gereja Portugis yang bernama Gereja Sion sendiri sampai sekarang masih ada. Gereja ini punya nama Belanda, Portugeesche Buitenkerk yang artinya, Gereja Portugis di luar (tembok) Kota.

Gereja Portugis selesai dibangun pada 1695. Peletakan batu pertama dilakukan Pieter van Hoorn pada 19 Oktober 1693. Kisah pemberkatan gereja ini tertulis dalam bahasa Belanda pada sebuah papan peringatan yang masih bisa dilihat di dinding gereja.

Gereja Sion dibangun dengan fondasi 10.000 batang kayu dolken atau balok bundar. Konstruksi ini berdasarkan rancangan Mr E. Ewout Verhagen dari Rotterdam. Tembok bangunan terbuat dari batu bata yang direkatkan dengan campuran pasir dan gula tahan panas.

Gereja yang berbentuk persegi empat ini luasnya 24 x 32 meter persegi. Dan ditambah ruangan 6 x 18 meter persegi di bagian belakangnya. Gereja mampu menampung 1.000 jemaat. Sedang luas tanah seluruhnya 6.725 meter persegi.

Konon, Gereja Portugis pernah dipugar pada 1920 dan sekali lagi pada 1978. Di dalam Gereja masih terdapat mimbar unik. Mimbar ini bertudung sebuah kanopi, yang ditopang dua tiang bergulir dengan gaya rias Ionic serta empat tonggak perunggu. Di gereja ini juga terdapat organ seruling (orgel) gereja yang sampai sekarang masih terawat baik.
[Sumber : Okezone]